gambar dari kompas.com
Dalam diskusi panel
minggu ini, penulis memilih topik apakah hukuman suntik kebiri yang diberikan
kepada pelaku kejahatan seksual itu melanggar HAM atau tidak. Alasannya adalah
karena sudah banyak kasus kejahatan seksual di Indonesia dan kebanyakan korban
adalah perempuan yang dibawah umur. Diskusi panel pada saat itu dibawakan oleh
Siti Fatmawati dan Ahnaf Arkanata Yumna. Sebelum masuk pada topik pembahasan
pasti kita bertanya apa itu suntik kebiri. Menurut Siti Fatmawati suntik kebiri
itu memiliki dua jenis yaitu kebiri fisik dan kebiri kimia. Kebiri fisik dapat
dimaksud dengan mengamputasi / memotong sebagian atau seluruh alat kelamin,
sedangkan kebiri kimia adalah dengan cara menyuntikkan zat yang bisa menurunkan
hasrat seksual seseorang. Siti Fatmafati juga menambahkan bahwa suntikan kebiri
pertama kali terjadi di Eropa.
Hukuman kebiri
diterapkan pertama kali di Indonesia tepatnya di Mojokerto Jawa Timur saat seorang
pria terbukti melakukan kejahatan seksual kepada 9 anak dibawah umur. Namun menurut
Siti pelaku tidak langsung mendapat suntikan kebiri. Pelaku sebelumnya harus
menjalankan hukuman pokok berupa kurungan dalam penjara dan denda. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 pasal 81. Setelah menjalankan hukuman pokok
pelaku baru bisa diberikan suntikan kebiri, dan perlu diketahui bahwa suntikan
yang diberikan tidak bersifat permanen artinya setelah beberapa bulan efek dari
suntikan tersebut bisa hilang dan hasrat seksual pelaku bisa kembali normal.
Berkebalikan dengan
Siti Fatmawati. Ahnaf Arkanata mengatakan bahwa hukuman suntikan kebiri adalah
hukuman yang melanggar HAM. Alasannya adalah karena suntikan tersebut bisa
menghilangkan hasrat seksual laki-laki dan tentunya menghilangkan hak seorang
laki-laki untuk memiliki hasrat sesksual dan memiliki keturunan. Selain itu Ahnaf
menambahkan bahwa suntikan kebiri dianggap bisa merusak fisik dari pelaku
kejahatan. Karena melanggar HAM Ahnaf memberikan solusi bagi pelaku kejahatan
seksual berupa penambahan waktu hukuman kurungan dan denda, karena menurutnya
belum ada hukuman yang cocok untuk pelaku kejahatan seskual selain dari penambahan
hukuman kurungan.
Dalam diskusi panelis
tersebut penulis menanggapi bahwa hukuman suntikan kebiri adalah tidak
melanggar HAM. Karena suntikan tersebut tidak bersifat permanen dan dalam
pengawasan dari ahli kesehatan. Menurut penulis suntikan kebiri bisa dikatakan
melanggar HAM jika efek dari suntikan ini bisa menghilangkan hasrat seksual
laki-laki selamanya dan dibiarkan terlantar tanpa pengawasan. Selain itu
mengapa saya setuju bahwa hukuman ini tidak melanggar HAM karena sudah banyak
kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia dan kebanyakan korbannya
adalah perempuan di bawah umur. Jika hal ini dibiarkan saja, tidak ada tindakan
lanjut atau hukumannya hanya kurungan saja maka akan banyak korban-korban
selanjutnya. Karena pelaku tidak akan merasa jera jika hanya hukuman kurungan,
butuh hukuman lain berupa rehabilitasi agar pelaku sadar bahwa perbuatannya itu
berdampak buruk bagi korban, sehingga menurut penulis suntikan kebiri itu bisa
dikatakan sebagai tahap rehabilitasi.