SAJAK RASA
Sajak Rasa
Semakin kesini rasanya semua terasa berat. Ini Bukan masalah hati yang orang-orang sering bicarakan. Bukan masalah pergaulan anak-anak remaja. Bukan pula masalah yang sedang kalian pikirkan. Akhir-akhir ini otakku dikelilingi berbagai pertanyaan yang sulit terjawab.
Dalam hatiku mengadu pada malam:
"Sungguh aku sekuat ini?"
"Apakah hatiku baik-baik saja?"
"Kok bisa merekam sebuah penat dibalik senyum manisku?"
"Sungguh tak perlu orang lain untuk mengertiku?"
Bulan yang pucat diam tanpa sepatah kata mendengar pertanyaan yang aku uraikan.
Angin malam hanya sayup-sayup menggerakkan daun kering yang berjatuhan.
Disambut lantunan pujian serangga dan binatang malam dengan khidmat.
Wahai
Aku akan baik-baik saja.
Melewati badai api dan segudang duri bunga mawar
menemani langkah-langkah keputusasaan.
Aku tuliskan sajak rasa.
Rasa takut melihat kegelapan.
Rasa marah mengingat sisa waktu.
Rasa gemetar mendengar penghinaan.
Hidup memang fana!
Kadang-kadang aku terbuang ke entah belantara.
Sendirian disana duduk memeluk lutut,
dan menjatuhkan sisa-sisa air mata
Tetapi aku menyadari.
Hidup akan terus berjalan.
Bumi akan selalu berputar pada porosnya dan
nasi goreng tetap enak dimakan saat malam tiba
Mengingat cita-cita dan sepanjang perjuanganku.
Membangunkan kembali gairah semangat.
Alis mengerut.
Mata tajam,
ditambah kepalan tangan.
Siap menerobos realita kehidupan
Karena rasa,
Kita hidup.
Dalam hatiku mengadu pada malam:
"Sungguh aku sekuat ini?"
"Apakah hatiku baik-baik saja?"
"Kok bisa merekam sebuah penat dibalik senyum manisku?"
"Sungguh tak perlu orang lain untuk mengertiku?"
Bulan yang pucat diam tanpa sepatah kata mendengar pertanyaan yang aku uraikan.
Angin malam hanya sayup-sayup menggerakkan daun kering yang berjatuhan.
Disambut lantunan pujian serangga dan binatang malam dengan khidmat.
Wahai
Aku akan baik-baik saja.
Melewati badai api dan segudang duri bunga mawar
menemani langkah-langkah keputusasaan.
Aku tuliskan sajak rasa.
Rasa takut melihat kegelapan.
Rasa marah mengingat sisa waktu.
Rasa gemetar mendengar penghinaan.
Hidup memang fana!
Kadang-kadang aku terbuang ke entah belantara.
Sendirian disana duduk memeluk lutut,
dan menjatuhkan sisa-sisa air mata
Tetapi aku menyadari.
Hidup akan terus berjalan.
Bumi akan selalu berputar pada porosnya dan
nasi goreng tetap enak dimakan saat malam tiba
Mengingat cita-cita dan sepanjang perjuanganku.
Membangunkan kembali gairah semangat.
Alis mengerut.
Mata tajam,
ditambah kepalan tangan.
Siap menerobos realita kehidupan
Karena rasa,
Kita hidup.